Harimau
mati meninggalkan belang, kyai-ku wafat meninggalkan ilmu dan nama. KH.
Suyuthi Abdul Qodir, nama dari sosok Alim Al-Alamah dan bijaksana yang
akan selalu membekas di benak setiap santri Raudlatul Ulum. Berkat
sentuhan tangan emas beliau, lahir ulama-ulama dan cendekiawan yang
berkualitas. Berkat kerja keras dan pengorbanan beliau, berdirilah
pondok pesantren berstandar internasional, Madrasah Raudlatul Ulum
Guyangan. Berkat pengabdian beliau, berjuta-juta manusia terselamatkan
dari jurang kebodohan.
Gema
tasbih, tahmid dan takbir mengiringi kelahiran seorang jabang bayi yang
digadang-gadang oleh bumi sebagai salah satu kholifah-nya. Bayi yang
diberi nama Suyuthi tersebut lahir pada tanggal 14 Dzulqo'dah tahun 1904
dari rahim seorang ibu yang bernama Nyai Arum yang sholihah, penyabar
dan penuh kasih sayang. Dia dilahirkan sebagai warosatul anbiya' dengan membawa misi menyempurnakan akhlak dan menghilangkan kebodohan umat manusia.
Bayi
itu pun tumbuh dengan normal. Didikan orang tuanya yang menerapkan
asas-asas Islam sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadiannya,
sehingga dia tumbuh menjadi seorang anak yang sholih, berperilaku luhur,
taat beribadah dan rajin menuntut ilmu.
Sifat-sifat
beliau seolah-olah kontras jika dibandingkan dengan rekan-rekan
sebayanya. Di usia yang masih belia, beliau lebih banyak menghabiskan
waktu untuk belajar daripada bermain. Beliau dikenal sebagai seseorang
yang berakhlaqul karimah sehingga masyarakat sekitarpun sangat mengagumi
kepribadian beliau.
Perjalanan Tholabul 'Ilmi
KH.
Suyuthi memiliki sifat bawaan yang selalu haus dan lapar akan ilmu
pengetahuan, tak pernah puas dengan ilmu yang didapatnya. Dimulai dengan
belajar ilmu agama dari sang ayah, KH. Abdul Qodir dan beberapa ulama
di kabupaten Pati hingga mencapai usia 17 tahun. Bahkan hadist "Uthlubul
Ilma Walau Bissin" beliau amalkan. Dibuktikan dengan kepergian beliau
ke Makkah Al-Mukarromah yang merupakan kanzul ilmi pada waktu itu.
Berikut perjalanan panjang beliau dalam tholabul ilmi:
- Tahun 1921-1923. Mengaji di Pondok Pesantren Manbaul Ulum, Jamseran, Solo yang diasuh oleh KH. Idris.
- Tahun 1923-1924. Mengaji di Pondok Pesantren Kasingan, Rembang yang diasuh oleh KH. Kholil dan KH. Mas'ud.
-
Tahun 1924-1926. Mengaji di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa
Timur yang diasuh oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari yang merupakan
pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama.
-
Tahun 1926-1927. Mengaji dan menghafal Al-Qur'an di Pondok Pesantren
Sampang, Madura yang diasuh oleh KH. Munawwir. Jadi KH. Suyuthi adalah
seorang hafidzul qur'an.
- Tahun 1927-1931. Mengaji dan bermukim di Makkah Al-Mukarromah kurang lebih selama 5 tahun.
-
Tahun 1931-1933. Mengaji di Pondok Pesantren Sedayu, Gresik Jawa Timur
yang diasuh oleh KH. Munawwir, tepatnya setelah pulang dari Makkah.
-
Tahun 1933-1937. Kembali mengaji di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang
Jawa Timur dalam rangka tabbarukan terhadap Hadratus Syaikh KH. Hasyim
Asy'ari. Atas kecakapan dan penguasaan keilmuannya, beliau mendapatkan
kepercayaan dari KH. Hasyim Asy'ari dalam berbagai hal, diantaranya
membantu mengajar bahkan menjadi badal dalam pertemuan-pertemuan para tokoh ulama'.
Perjuangan Melalui Dunia Pendidikan
KH.
Suyuthi dikenal sebagai pendidik yang sabar, tekun, penuh keikhlasan
serta tawakkal kepada Allah Ta'ala. Harta, benda, bahkan jiwa beliau
korbankan demi suatu misi, yaitu mencetak kader-kader santri yang
tangguh dan ikhlas yang selanjutnya akan meneruskan estafet dalam
menegakkan syariat Islam yang berlandaskan ahlussunnah waljamaah.
Pada tahun 1932, beliau merintis perjuangan dengan mendirikan pondok
pesantren yang terletak di kompleks Masjid Jami' Al-Idris, Guyangan.
Pesantren tersebut diberi nama Manbaul Ulum (bermakna "sumbernya
ilmu"_red). Karena keadaan pada zaman kolonial yang tidak aman dan
tentram, kegiatan belajar mengajar pun tidak dapat berjalan lancar dan
tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Hingga akhirnya negeri ini
terlepas dari jeratan para penjajah. Pada tahun 1950, pembenahan pun
dilakukan. Nama pondok pun diubah menjadi Raudlatul Ulum. Adapun sahabat
dan santri senior beliau yang membantu dalam proses pembenahan antara
lain: KH. Abdul Jamil, KH. Yusuf, KH. Ismail, KH. Abdullah Zaini, KH.
Maimun, KH. Fauzi dan KH. Abdur Rohman.
Misi beliau dalam pendidikan madrasah Raudlatul Ulum adalah:
1. Memperbaiki budi pekerti manusia serta menjunjung tinggi martabat manusia.
2. Memberantas kebodohan di kalangan masyarakat.
3. Tempat mengamalkan ilmu pengetahuan.
4. Mencetak kader muslim yang cakap, dapat memberantas kebodohan serta memperbaiki budi pekerti masyarakat.
Pesantren
yang baru dibenahi tersebut mengalami kemajuan yang pesat.
Santri-santri yang ingin menimba ilmu dan tabarrukan kepada beliau
semakin membeludak dari berbagai daerah. Dan pada tanggal 26 Januari
1972 Madrasah Raudlatul Ulum resmi menjadi sebuah yayasan dengan nama
Yayasan Perguruan Islam Raudlatul Ulum (YPRU) melalui akte dihadapan
notaris RM. Poerbo Koesomo dari Kudus.
Kehidupan Sosial Bermasyarakat
Walaupun
dikenal sebagai kyai yang berjadual padat dalam berbagai aktifitas
terutama mengajar, beliau senantiasa meluangkan waktu untuk berbaur dan
bersosialisasi dengan masyarakat luas. Beliau selalu berusaha untuk
menghadiri setiap undangan.
Ada sebuah kisah menarik di tahun 70-an yang layak untuk dijadikan ibaroh.
Pada suatu malam, KH. Suyuthi diundang oleh seorang penduduk yang
rumahnya terpencil dan berada di pedalaman. Kebetulan, keadaan pada
waktu itu sedang banjir. Jalanan tergenang air hingga mencapai lutut
orang dewasa. Penduduk tersebut menyangka bahwa KH. Suyuthi tidak akan
hadir. Tak dinyana, dari kejauhan terlihat KH. Suyuthi datang dengan
mengangkat sarungnya hingga lutut beliau kelihatan. Penduduk itu terharu
hingga meneteskan air mata. Mereka tak menyangka bahwa ulama besar
seperti beliau masih menyempatkan diri untuk hadir ke rumahnya, memenuhi
undangan hajatan.
Pernah
pada suatu hari ada seseorang yang mencuri sepeda beliau yang pada saat
itu merupakan baarang mewah. Sontak santri-santri meributkan hal
tersebut. Dengan penuh kearifan beliau berujar,"Sudah! Itu namanya bukan
rezeki kita. Kalau toh rezeki kita, nanti juga kembali." Begitulah
ke-tawakkal-an beliau yang selalu tenang dalam menghadapi setiap cobaan.
Tak terduga, si pencuri sepeda datang untuk mengembalikan sepeda dan
memohon maaf kepada beliau.
Godaan
tak hanya datang dari golongan manusia, tapi juga dari golongan jin pun
pernah menggoda isteri beliau. Konon, cincin dan gelang isteri beliau
pernah hilang entah kemana. Setelah dicari-cari tak juga ketemu.
Akhirnya perihal tersebut diceritakan kepada KH. Suyuthi. Mendengar
cerita tersebut, beliau seolah berbicara pada dirinya sendiri,"Hai,
jangan bergurau. Cepat kembalikan perhiasannya, nanti saya hukum kamu."
Mendengar ancaman tersebut, sontak jin tersebut mengembalikannya pada
Nyai Tasri'ah, isteri beliau.
Peristiwa
berbahaya juga pernah dialami oleh KH. Suyuthi ketika sedang
marak-maraknya G-30 S/PKI. Sekelompok PKI datang dari Semarang berniat
menculik dan membunuh beliau. Mengingat beliau adalah tokoh agama yang
sangat terkemuka di daerah Pati. Tapi, dengan kuasa Allah SWT, PKI tidak
dapat menemukan beliau, walaupun mereka telah menggeledah seisi rumah.
Padahal saat itu, KH. Suyuthi sedang berada di beranda rumah.
Subhanallah!
Masih
banyak peristiwa di luar jangkauan akal manusia yang dialami beliau.
Namun cukuplah ini menjadi pertanda bahwa KH. Suyuthi sangatlah dekat di
sisi Allah SWT.
Diantara ulama dan pejabat negara yang dekat dengan beliau, antara lain:
1. KH. Bisri Musthofa, Rembang (ayah KH. Musthofa Bisri atau Gus Mus)
2. KH. Bisri Syamsuri, Jombang (kakek KH. Abdurrohman Wahid)
3. Prof. Dr. HA. Mukti Ali Raja (Menteri Agama)
4. Dr. Ali Murtono, SH (Ketua Umum DPP Golkar)
5. Prof. Dr. Subroto (Menteri Koperasi)
6. Jenderal Widodo (PANGKOMHAM II)
Akhir Hayat Beliau
Segala
sesuatu pasti akan rusak kecuali Sang Penguasa Alam, Allah Ta'ala.
Begitu juga manusia sebagai makhluk Tuhan yang pastinya akan mengalami
kematian. Tak terkecuali KH. Suyuthi Abdul Qodir. Kesehatan beliau
semakin hari semakin memprihatinkan. Beliau sempat dirawat di Rumah
Sakit Roemam Semarang, dan pada hari selasa tanggal 4 Dzulqo'dah atau
September 1979, beliau berpulang ke Rohmatullah. Masyarakat resah tiada
terkira terutama keluarga dan santri-santri beliau yang masih sangat
membutuhkan wejangan-wejangan beliau. Berita tentang kepergian beliau
menimbulkan duka yang sangat mendalam bagi seluruh masyarakat kabupaten
Pati. Do'a dan tangis mengiringi kepergian Sang Kholifatul Ardhi
0 komentar:
Posting Komentar